Kamis, 31 Maret 2011

Pameran kartu kredit?

Kemarin ada pelanggan yang sangat membanggakan dirinya dan pamer kartu kreditnya (kartu utang) ada banyak gitu, wa sih senyum senyum saja dalam hati wa nih orang dah ketinggalan jaman kali yah, buat apa kartu utang punya dia di pamer pamerin? apa sih yang di banggakan dengan mempunyai banyak hutang disana sini?

Kalau dia ada pamer surat deposit satu mliyar rupiah ada 1 juta lembar tuh baru bener kali yahh! kartu utang gitu buat apa pamer?

Jumat, 25 Maret 2011

No. 5. TAṆḌULANĀLI-JĀTAKA.

No. 5.
TAṆḌULANĀLI-JĀTAKA.

"Dost ask how much a peck of rice is worth?"--This was told by the Master, whilst at Jetavana, about the Elder Udāyi, called the Dullard.

At that time the reverend Dabba, the Mallian, was manciple to the Brotherhood 1. When in the early morning Dabba was allotting the checks for rice, sometimes it was choice rice and sometimes it was an inferior quality which fell to the share of the Elder Udāyi. On days when he received the inferior quality, he used to make a commotion in the check-room, by demanding, "Is Dabba the only one who knows how to give out checks? Don't we know?" One day when he was making a commotion, they handed him the check-basket, saying, "Here! you give the checks out yourself to-day!" Thenceforth, it was Udāyi who gave out the checks to the Brotherhood. But, in his distribution, he could not tell the best from the inferior rice; nor did he know what seniority 2 was entitled to the best rice and what to the inferior. So too, when he was making out the roster, he had not an idea of the seniority of the Brethren thereon. Consequently, when the Brethren took up their places, he made a mark on the ground or on the wall to shew that one detachment stood here, and another there. Next day there were fewer Brethren of one grade and more of another in the check-room; where there were fewer, the mark was too low down; where the number was greater, it was too high up. But Udāyi, quite ignorant of detachments, gave out the checks simply according to his old marks.

Hence, the Brethren said to him, "Friend Udāyi, the mark is too high up or too low down; the best rice is for those of such and such seniority, and the inferior quality for such and such others." But he put them back with the argument, "If this mark is where it is, what are you standing here for? Why am I to trust you? It's my mark I trust."

Then, the boys and novices [124] thrust him from the check-room, crying, "Friend Udāyi the Dullard, when you give out the checks, the Brethren are docked of what they ought to get; you're not fit to give them out; get you gone from here." Hereupon, a great uproar arose in the check-room.

Hearing the noise, the Master asked the Elder Ānanda, saying, "Ānanda, there is a great uproar in the check-room. What is the noise about?"

The Elder explained it all to the Buddha. "Ānanda," said he, "this is not the only time when Udāyi by his stupidity has robbed others of their profit; he did just the same thing in bygone times too."

The Elder asked the Blessed One for an explanation, and the Blessed One made clear what had been concealed by re-birth.


http://www.sacred-texts.com/bud/j1/j1008.htm

Quote
TAṆḌULANĀLI-JĀTAKA
“Berapakah kiranya nilai satu takaran beras?” dan
seterusnya. Kisah ini diceritakan Sang Guru ketika berada di
Jetawana, tentang Thera Udāyi, yang dipanggil si Dungu.

Pada masa itu, seorang bhikkhu bernama Dabba, dari suku Malla, bertugas mengatur pembagian persediaan bahan makanan untuk Sanggha21. Di pagi hari Dabba sedang menentukan beras untuk dibagikan, kadang-kadang beras pilihan dan kadang-kadang beras yang mutunya lebih rendah, yang diberikan kepada Bhikkhu Udāyi. Biasanya saat menerima beras yang mutunya lebih rendah, ia membuat kericuhan di ruang penyimpanan dengan berkata, “Apakah Dabba satu-satunya orang yang mengetahui cara menentukan beras? Bukankah kita semua juga bisa?” Suatu hari, saat ia ricuh, mereka menyerahkan keranjang periksa kepadanya dan berkata, “Ambillah! Mulai hari ini, engkau yang menentukan pembagian beras!” Sejak itu, Udāyi bertugas menentukan pembagian beras kepada bhikkhu Sanggha. Namun, dalam pembagian yang dilakukannya, ia tidak mengetahui perbedaan beras yang mutunya bagus dan beras yang mutunya lebih rendah; ia juga tidak tahu bhikkhu senior22 dengan kedudukan apa berhak mendapatkan beras dengan kualitas baik maupun beras dengan mutu yang lebih rendah. Karena itu, saat menyusun daftar nama, ia tidak mengetahui kesenioran kedudukan para bhikkhu. Akhirnya, saat para bhikkhu mengambil tempat, ia menandai lantai maupun dinding untuk menunjukkan pemisahan siapa yang berdiri di sini dan siapa yang berdiri di sana. Di kemudian hari, lebih sedikit bhikkhu pada tingkatan tertentu dan lebih banyak bhikkhu tingkatan yang lain; dimana dengan jumlah yang semakin sedikit, tanda itu semakin menurun, dan untuk jumlah yang bertambah banyak, tandanya juga mengalami kenaikan. Namun Udāyi yang tidak mengetahui tentang pemisahan itu, membagikan penentuan beras hanya menurut tanda lama yang ia buat.

Karena itu, para bhikkhu berkata kepadanya, “Awuso Udāyi, tanda yang engkau buat terlalu tinggi atau terlalu rendah; beras yang mutunya baik, diberikan kepada bhikkhu berkedudukan demikian dan beras yang mutunya lebih rendah diberikan kepada bhikkhu dengan kedudukan yang lain.” Namun ia menyanggah dengan alasan, “Tanda itu berada di tempat seharusnya ia berada. Jika bukan tempatmu, mengapa engkau berdiri di sana? Mengapa saya harus percaya padamu? Saya hanya percaya pada tanda yang saya buat.”

 Para bhikkhu dan samanera [124] mendorongnya keluar dari tempat penyimpanan itu dan berteriak, “Temanku Udāyi yang dungu, karena pembagian yang kamu lakukan, para bhikkhu tidak mendapat apa yang seharusnya menjadi bagian mereka; kamu tidak cocok untuk melakukan tugas ini; pergilah dari sini!” Kegaduhan pun terjadi di ruang penyimpanan tersebut.

Mendengar keributan itu, Sang Guru bertanya pada Ānanda, “Ānanda, ada kegaduhan di ruang penyimpanan. Keributan apakah itu?”

Thera Ānanda menjelaskan kejadian tersebut pada Buddha. “Ānanda,” kata Beliau, “ini bukan pertama kalinya kebodohan Udāyi membuat ia merampas apa yang menjadi milik orang lain; ia juga melakukan hal yang sama di masa lampau.”

Ānanda meminta Bhagawan menjelaskan, kemudian Beliau menceritakan hal yang selama ini tidak Ananda ketahui dikarenakan kelahiran kembali.

http://www.scribd.com/doc/31483424/Jataka-Vol-1

cerita ini banyak keanehan nya, menurut kalian apakah sangha meributkan hal seperti ini? bila bukan anggota sangha atau umat pada umumnya mungkin atau wajar ada keributan seperti ini. coba bayangkan bila dari bhikku pemula sampai yang senior adalah arahat apakah akan terjadi keributan seperti ini? bukan nya kita makan untuk hidup dan bukan hidup untuk makan? kenapa kualitas beras yang dimakan untuk hidup menjadi persoalan dan menjadi sumber pertikaian dalam cerita ini?


[quote author=Indra link=topic=13269.msg334992#msg334992 date=1301146969]

hmm, bila di pertimbangkan dari cerita no 4 sampai cerita no 6 cerita no 5 ini aneh masa bhikku makan beras? mestinya kan makan nasi.

 Rice memang bisa berarti beras atau nasi, tapi utk kasus di atas tidak tau alasan apakah yg membuat si penerjemah memilih kata beras dan bukan nasi.

Quote
Lagian kalau dapet beras tuh mesti di masak menjadi nasi jadi pertanyaan nya dapur vihara jetavana sebesar apa? apa bisa menampung 500 orang bhikku memasak beras menjadi nasi belum bahan bakarnya yaitu potongan kayu bakar bukan nya para bhikku di larang memotong/menebang pohon dan belum lagi mengolah sayur mayur atau lauk pauk nya kan mesti memakai pisau untuk memotong bahan makanan seperti timun dll, bukan nya para bhikku ini tidak boleh memotong biji bijian?


para bhikkhu tidak memasak makanan, para bhikkhu hanya menerima persembahan makanan siap santap, bukan bahan makanan mentah. jadi memang "beras" di situ sepertinya tidak tepat
[/quote]

Jumat, 04 Maret 2011

Banten tour 1 hari (minggu, 20 maret 2011)

Hari ini toko dapet selebaran tour lagi dari remaja tour.

Remaja tour
Jl Tubagus Angke no:123 jak-bar
telp:6302630- 91293658


Banten tour satu hari tanggal 20 maret 2011 minggu,
bla bla bla ... singkat kata, tour dalam acara memperingati Avalokitesvara yang jatuh pada JIE Gwee tanggal 21 maret 2011, mengadakan perjalann zairah ke vihara banten, vihara serpong, vihara pasar lama tangerang, vihara tanjung kait, vihara pasar baru tangerang.

jadwal perjalanan tour:

  5:30  wib:  peserta berkumpul di seberang perumahan permata kota
  6:00  wib:  peserta berangkat menuju vihara banten  di dalam bus mendapat sarapan pagi.
10:00  wib:  peserta menuju vihara serpong
11:30  wib:  peserta menuju vihara vihara pasar lama tangerang.
12:00  wib:  makan siang di restoran chinnese food tangerang
13:00  wib:  peserta menuju vihara tanjung kait.
16:00  wib:  peserta menuju vihara pasar baru tangerang.
17:30  wib:  makan sore di rumah makan padang
18:00  wib: kembali ke jakarta.

Biaya Rp 160.000,- /Peserta
biaya termasuk:
-transportasi  Bus ac blue star karaoke.
-makan pagi, siang dan sore.

untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

*Sdr savano satrio BSc tlp (021) 91293658
*Remaja Tour tlp: (021)6302630